Jakarta, 15 September 2023. Koalisi Setara (Koalisi Selamatkan Kalimantan Utara) singgah di kantor Otoritas Jasa Keuangan pagi ini untuk menyampaikan pesan yang dikemas dalam sebuah aksi kreatif konfrontatif. Aksi dilakukan dengan memperagakan sosok-sosok ‘hantu’ khas Indonesia yang diibaratkan sedang merasuki OJK karena memberikan label hijau kepada industri batu bara.
Pasalnya baru-baru ini OJK berencana memasukkan PLTU kawasan industri dalam taksonomi hijau atau pembiayaan hijau, jika keluaran produknya menyuplai industri hijau, contohnya seperti baterai untuk mobil listrik. Hal tersebut dinilai sejumlah lembaga dari Koalisi Setara justru menjauhkan komitmen Indonesia untuk melakukan transisi energi dari jalur rendah karbon yang sesungguhnya.
“Pelabelan hijau ini hanya akal-akalan industri batu bara untuk melakukan greenwashing,” ujar Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia. “Di satu sisi Indonesia berkomitmen untuk melakukan transisi energi, mengubah arah pembangunan ke arah yang lebih berkelanjutan dengan perencanaan pensiun dini PLTU batu bara sebagai bagian dari komitmen JETP, namun di sisi lain tetap membangun PLTU kawasan untuk menyuplai industri hijau di Kalimantan Utara. Ini adalah salah satu bentuk solusi palsu,” tegasnya.
“Revisi taksonomi hijau sebaiknya melibatkan partisipasi masyarakat yang terdampak oleh sektor ekstraktif termasuk PLTU batu bara, OJK jangan diam-diam merumuskan taksonomi hijau yang isinya bertolak belakang dengan upaya keuangan berkelanjutan”, ucap Bhima Yudhistira, ekonom dan Direktur Eksekutif CELIOS. Dengan kebutuhan pembiayaan transisi energi diperkirakan melebihi Rp 500 triliun, seluruh perangkat regulasi diharapkan mendukung pembiayaan di sektor pembangkit dan pembangunan transmisi energi terbarukan.
“Khawatir jika OJK bersikukuh mendorong pembiayaan PLTU batu bara atas nama hilirisasi dengan label “hijau”, banyak lembaga keuangan yang tidak tertarik mendanai energi terbarukan. Target emisi karbon jelas akan meleset jauh”, tegasnya.
Program hilirisasi pemerintah seperti KIHI di Kalimantan Utara berisiko meningkatkan kerusakan ekologi dari hulu ke hilir, terutama akibat pertambangan nikel yang mendorong deforestasi, pencemaran air laut, serta hilangnya sumber mata pencaharian penduduk lokal seperti nelayan.
“Fungsi lembaga OJK adalah mengawasi, melindungi dana publik (nasabah) untuk tidak digunakan para pebisnis tambang, atau industri kotor lainnya. Bukan malah menjadi stempel bantuan keuangan kepada perusahaan yang menjadi sumber bencana bagi masyarakat dengan kedok label industri hijau”, terang Seny Sebastian, JATAM Kaltim.
“Proyek ‘hijau’ KIHI yang diklaim sebagai proyek terbesar di dunia adalah proyek perampasan ruang hidup nelayan di Mangkupadi dan Tanah Kuning. Masih ditenagai oleh PLTU batu bara, berkedok hijau, KIHI lebih pantas disebut sebagai Kawasan Industri Hitam Indonesia,” ucap Wastaman, Direktur Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL).
Koalisi Setara mendesak OJK untuk menghentikan rencana label hijau PLTU kawasan dari skema pembiayaan hijau. Industri hijau yang sumber energinya masih berasal dari energi batu bara tidaklah hijau, dan membahayakan upaya Indonesia untuk melakukan transisi energi dan arah pembangunan yang sejalan dengan komitmen di bawah 1.5 derajat.
Foto-foto kegiatan dapat diakses di https://media.greenpeace.org/shoot/27MZIFJFV2BE0
Kontak media:
Bondan Andriyanu, Greenpeace Indonesia (08118188182)
Seny Sebastian, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur (085387333124)
Bhima Yudhistira, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) (081318168622)
Wastaman, Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL) (081256826874)
Azka Wafi El Hakim, Enter Nusantara (+62 821-1843-6250)
Sawit Watch, Eep Saefullah (08129501733)
Lalingka (Lembaga Advokasi Lingkungan Kalimantan Utara), Andri (082250419406)