Jakarta, 26 Oktober 2023. Menyambut Hari Listrik Nasional, Koalisi Demokrasi Energi
menggelar aksi teatrikal dengan menggunakan replika cerobong PLTU dan panel surya, di
kantor pusat PLN, Jakarta Selatan.
Organisasi yang tergabung dalam koalisi ini terdiri dari Greenpeace, Enter Nusantara dan 350
Indonesia. Aksi ini bertujuan untuk menyerukan kepada PLN, sebagai satu-satunya perusahaan
penyedia listrik negara, agar tidak membatasi kapasitas pemasangan surya atap bagi
masyarakat. Aturan ini tertuang dalam memo internal PLN, yang kemudian diakomodir oleh
Kementerian ESDM, sehingga mereka berencana untuk merevisi Permen No 26/ 2021 tentang
PLTS Atap. Rencana revisi tersebut memuat ketentuan kapasitas pemasangan PLTS atap yang
semula bisa 100% dari kapasitas terpasang, dipangkas menjadi 10-15%.
“PLN seharusnya memberikan pilihan sumber listrik bagi masyarakat yang ingin memasang
surya atap. Apa yang dilakukan PLN saat ini jelas mempersulit masyarakat yang ingin beralih
ke energi terbarukan seperti matahari,” ucap Hadi Priyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi
Greenpeace Indonesia. “Selain itu, perlu keseriusan dari pemerintah melalui Kementerian
ESDM agar memberi kejelasan regulasi dan insentif sehingga transisi energi bisa berjalan
optimal dan harga energi terbarukan menjadi lebih kompetitif.” terangnya.
“Jika PLN terus melayani nafsu oligarki batubara untuk meraup cuan dari sektor energi,
masyarakat akan selalu menjadi korban dari kebijakan ini. Sudah saatnya PLN melibatkan
masyarakat dalam proses transisi energi sehingga masyarakat bisa berdaulat atas pengelolan
energinya sendiri.” tambah Hadi Priyanto
“Selama ini generasi muda selalu diberikan motivasi untuk menjadi agent of change, namun
kebijakan yang dihadirkan oleh pemerintah belum juga mendengar aspirasi orang muda yang
ingin mendorong perubahan ke arah yang lebih baik untuk generasi mendatang,” terang Reka
Maharwati, dari Enter Nusantara. “Transisi energi yang bersih dan berkeadilan bisa mulai
diwujudkan dengan segera membatalkan revisi permen tersebut,” jelasnya.
Menurut Ginanjar Aryasuta dari 350 Indonesia, sebagai lembaga strategis dalam penyediaan
listrik bagi Indonesia, PLN harusnya berada di garis depan dalam mensukseskan rencana
transisi energi berkeadilan. “Kebijakan internal PLN yang membatasi instalasi PLTS atap on grid
10 – 15 persen dari kapasitas daya terpasang menghambat partisipasi publik dalam transisi
energi di Indonesia. Tindakan pembatasan tersebut bertentangan dengan Permen ESDM
26/2021, menghambat pencapaian target bauran energi terbarukan. Kita perlu aksi cepat untuk
menangani krisis iklim. Terhambatnya aksi iklim ini selain memberikan ancaman terhadap
kerusakan lingkungan juga mengancam masa depan generasi muda.”
Kemauan pemerintah untuk mengejar target bauran energi terbarukan sebenarnya bisa juga
dicapai dengan memberikan akses mandiri energi kepada masyarakat. Sebagai perbandingan,
proyek besar seperti PLTS Terapung Cirata, kapasitasnya mampu dipenuhi oleh surya atap
apabila dipasang pada 200 ribu rumah warga di Jakarta. Dengan begitu, capaian target tidak hanya
dipenuhi dari pembangkit listrik berskala besar, namun juga dari skala rumah tangga.
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki potensi energi surya yang sangat besar. Dari
potensi sebesar 3,2 juta MW baru 322 MW yang sudah terpasang, artinya baru 0.01% dari total
kapasitas yang ada. Dengan potensi sebesar itu, Indonesia sangat mampu untuk beralih
menggunakan energi terbarukan sepenuhnya. Sayangnya, potensi ini tidak didukung oleh
kebijakan yang mendukung pengembangannya.
Untuk mendukung kampanye ini, kami telah membuat petisi yang meminta untuk pembatalan
revisi peraturan menteri tersebut, yang dapat dilihat di sini.
Kontak media:
Hadi Priyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia (08111445577)
Reka Maharwati, Enter Nusantara (0812-9199-1203)
Ginanjar Aryasuta, 350 Indonesia (0851-5656-8359)
Rahma Shofiana, Juru Kampanye Media Greenpeace Indonesia, (08111461674)