Tantangan Transportasi Publik dan Mobilitas Anak Muda di Bandung Dibahas dalam diskusi “Initiative for Liveable Bandung Smart Cities Strategy”

Sebuah riset terbaru dari Enter Nusantara mengungkapkan bahwa 86% anak muda di Bandung memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitas sehari-hari. Masalah utama yang mereka hadapi adalah buruknya konektivitas dan keterjangkauan transportasi publik di kota ini, meskipun mereka menyadari dampak buruknya terhadap krisis iklim.

Temuan ini dipresentasikan dalam diskusi bertajuk “Menyelami Tantangan Anak Muda dalam Menghadapi Krisis Iklim melalui Transportasi Publik yang Berkeadilan” yang diselenggarakan oleh Unit Pers Mahasiswa UPI Bandung bersama Enter Nusantara pada 26 September 2024 di Rumah Cemara, Bandung. 

Foto: Gina Gegana

Diskusi tersebut menghadirkan berbagai narasumber termasuk akademisi, pemerhati transportasi, mahasiswa, dan organisasi sosial. Mereka menyoroti bahwa masalah utama kemacetan di sekitar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan wilayah Setiabudi merupakan contoh nyata dari kurangnya perencanaan transportasi yang berkeadilan.

Foto: Gina Gegana

Perwakilan Unit Pers Mahasiswa UPI, Harven Kawatu menyoroti bahwa meski banyak moda transportasi publik tersedia, seperti Damri, konektivitas antar-wilayah masih kurang. Penutupan jalur Damri selama pandemi COVID-19 dan tidak aktifnya kembali jalur tersebut setelah pandemi menjadi masalah besar bagi mahasiswa yang membutuhkan akses transportasi terjangkau dan cepat.

Foto: Gina Gegana

Project Lead dari CMC Mobile Enter Nusantara, Daryl Gema juga mengungkapkan meskipun ada kesadaran tinggi di kalangan anak muda bahwa menggunakan transportasi umum bisa mengurangi emisi karbon, kenyataannya pilihan moda transportasi yang ada di Bandung seringkali dianggap tidak rasional. “Transportasi publik yang buruk justru memperlebar kesenjangan sosial,” ujarnya, mengingatkan bahwa kelompok masyarakat kurang mampu harus memiliki akses yang sama terhadap transportasi yang layak.

Foto: Gina Gegana

Sejalan dengan pernyataan Daryl, Pemerhati Publik, Anugerah Nurrewa pun menegaskan bahwa permasalahan ini bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat. Ia menyoroti stigma sosial terkait transportasi umum di Indonesia, di mana masyarakat sering dikaitkan dengan kemiskinan jika menggunakan transportasi publik. “Di negara ini mobil jadi pendongkrak harga diri, benchmark kesuksesan hidup seseorang. You can’t use public transport, if there is no public transport to use. Negara maju itu bukannya si miskin punya mobil, tapi si kaya mau naik transum,” lanjutnya.

Foto: Gina Gegana

Sementara itu, dosen Sains Informasi Geografis UPI, Andika Permadi Putra menjelaskan pentingnya keberadaan transportasi publik yang efektif dalam mengurangi emisi karbon dan menstabilkan siklus karbon global. Krisis iklim semakin nyata, dan sistem transportasi yang inklusif dan efisien dapat membantu mengurangi dampaknya secara signifikan.

Diskusi ini ditutup dengan seruan agar masyarakat, khususnya anak muda, aktif bersuara untuk menuntut perbaikan transportasi publik di Bandung. Sebagaimana disampaikan oleh Harven dan Daryl, perubahan hanya dapat terjadi jika ada desakan nyata dari masyarakat. Transportasi publik yang berkeadilan bukan hanya soal mobilitas, tetapi juga tentang kesetaraan sosial dan mitigasi krisis iklim.

Foto: Gina Gegana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *