Halo BNI! Sudah Terbitkan Green Bond Tapi Kok Masih Danai Batu Bara?

Jakarta, 17 Juni 2022 – PT Bank Negara Indonesia (BNI) baru-baru ini telah menerbitkan obligasi berwawasan lingkungan (green bond) senilai maksimal Rp 5 triliun. BNI dengan ini menjadi bank nasional pertama yang menerbitkan green bond dalam denominasi rupiah. Dalam Siaran Persnya, BNI mengklaim dana yang diperoleh dari Penawaran Umum Green Bond akan digunakan untuk pembiayaan kembali proyek-proyek dalam kategori Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL).

Kategori KUBL antara lain proyek-proyek yang berkaitan dengan energi terbarukan, efisiensi energi, pengolahan sampah menjadi energi dan manajemen limbah, penggunaan sumber daya alam dan penggunaan tanah yang berkelanjutan, konservasi keanekaragaman hayati darat dan air, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan air dan air limbah yang berkelanjutan, adaptasi perubahan iklim, gedung berwawasan lingkungan, serta pertanian berkelanjutan.

Namun, komitmen green banking versi BNI ini menjadi ironis karena hingga saat ini, BNI nyatanya masih memberikan kredit pada industri batu bara. Sisilia Nurmala Dewi, Asia Managing Director 350.org mengatakan, ketika sebuah entitas korporasi menyatakan mendukung Komitmen Paris dan mitigasi perubahan iklim, maka mereka harus taat pada ukuran emisi. “Namun, jika dilihat dari laporan resminya, belum ada langkah spesifik yang dilakukan BNI dalam meninggalkan energi kotor. Dalam hal ini, tidak ada yang secara khusus bicara soal emisi Gas Rumah Kaca (GRK),” ujarnya. Untuk itu, Sisil menyerukan agar BNI tidak hanya meningkatkan portfolio hijaunya, melainkan juga betul-betul meninggalkan pendanaan energi kotor batu bara.

Meskipun telah didorong anak muda melalui petisi untuk segera berhenti mendanai batubara, BNI masih belum tampak memulai langkah kebijakan yang penting guna mengatasi krisis iklim saat ini. Reka Maharwati, Enter Nusantara, menegaskan bahwa “Sebagai bagian dari nasabah BNI, jadi ada perasaan gaenak dan sedih sih setelah tau kalau BNI tetap membiayai energi kotor. Aku sebagai nasabah jadi ikut berpartisipasi dalam kerusakan lingkungan dan bencana untuk orang lain dong kalau BNI tetap membiayai perusahaan batu bara. Aku berharap BNI bisa stop pendanaan ke energi kotor, dan mulai berinvestasi ke energi terbarukan untuk lingkungan yang lebih baik.”

Andri Prasetiyo, Peneliti Trend Asia mengungkapkan, sektor perbankan harus bisa menerjemahkan terminologi coal-phase out dengan tepat. Idealnya, upaya ini tidak semata untuk berhenti mendanai proyek-proyek PLTU batu bara saja, tetapi juga menyasar pada hulu pertambangan, hingga produk turunan pemanfaatan batubara lain seperti gasifikasi batubara. Menurut Andri, ke depan, “Bank yang tidak menunjukkan keberpihakan yang jelas dan tegas pada isu krisis iklim (baik kebijakan-praktik) akan berpotensi besar untuk ditinggalkan, di mana nasabah akan beralih ke bank-bank yang dinilai memiliki orientasi lingkungan dan iklim yang lebin baik.” Sebaliknya, bank-bank yang segera mewujudkan kebijakan dan praktik pendanaan yang berpihak secara serius pada upaya mengatasi laju persoalan krisis iklim, berpotensi besar meniadi pemimpin pasar di sektor finansial. Dengan kata lain, “melepas portfolio batu bara justru akan lebih banyak berdampak positif bagi perbankan ke depan.” tegas Andri.

Green bond atau obligasi hijau merupakan surat berharga yang dana hasil penerbitannya digunakan untuk membiayai atau membiayai ulang kegiatan usaha berwawasan lingkungan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku badan pemerintah yang mengatur industri jasa keuangan sebelumnya telah menerbitkan Peraturan OJK No.60/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan. Prinsip-prinsip Obligasi Hijau (GBP) berusaha untuk mendukung emiten dalam membiayai proyek-proyek yang ramah lingkungan dan berkelanjutan yang mendorong ekonomi emisi nol bersih dan melindungi lingkungan.

Dengan demikian, meski pengeluaran green bond oleh BNI merupakan langkah yang baik, namun keputusan Bank BNI untuk terus memberikan kredit pada industri batu bara sangat disayangkan karena otomatis memungkinkan terus berjalannya proyek-proyek yang menghasilkan emisi gas rumah kaca secara signifikan, dimana hal ini kontra produktif dengan tujuan global Perjanjian Paris untuk membatasi peningkatan suhu global pada 1,50C.

Untuk mencapai komitmen Perjanjian Paris, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Climate Analytics, seluruh dunia harus menghentikan penggunaan pembangkit listrik batubara (PLTU batubara) pada tahun 2040. Dengan masa operasional pembangkit listrik batubara rata-rata adalah 25 tahun, artinya kita harus segera mempensiunkan PLTU batubara yang telah berusia di atas 25 tahun dan menghentikan pembangunan PLTU batubara baru sekarang. 

Namun, BNI nyatanya masih tetap memiliki portfolio di sektor energi kotor batu bara. Salah satunya adalah pinjaman kepada perusahaan tambang batu bara ABM Investama oleh dua bank BUMN sebesar 100 juta USD. Untuk itu, kami mendorong BNI untuk sepenuhnya berhenti membiayai sektor industri batu bara, serta menjadi pionir di Indonesia sebagai Bank yang memiliki kebijakan penghentian pembiayaan ke batubara.
Saat ini, berbagai lembaga keuangan global telah menyetop pembiayaan mereka untuk bisnis batu bara, sehingga lembaga pendana di Indonesia pun sudah sepatutnya mengikuti langkah baik ini. Terlebih sebagai anggota First Movers on Sustainable Banking, Bank BNI sudah sepantasnya menjadi contoh bagi bank-bank dalam negeri lainnya untuk menerapkan secara menyeluruh prinsip sustainable financing di Indonesia.

Credit: Bersihkan Bankmu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *