Ladang Tenaga Surya Dan Turbin Angin di Komunitas Lokal Kenya.

Lebih dari satu dekade yang lalu, satu-satunya tujuan awal dari pemasangan panel surya oleh beberapa penduduk di desa perbukitan Ngong, Olosho-Oibor, Kenya adalah memberi daya pada rumah mereka yang tidak terkoneksi pada jaringan listrik nasional.

Pada tahun 2017, komunitas masyarakat yang berlokasi di Lembah rift, bagian selatan Nairobi itu kini telah berkembang menjadi sebuah wilayah yang mendengungkan dampak dari adanya energi angin dan matahari yang memberdayakan kehidupan disana. Mulai dari apotek, gereja, toko-toko, rumah-rumah warga, hingga pusat penyelamatan anak-anak perempuan yang melarikan diri dari budaya pernikahan anak dan juga ancaman multilasi genital pada perempuan.

Dilansir dari voanews.com, penduduk setempat mengatakan bahwa mereka membeli perangkat sistem energi mandiri tersebut secara gotong royong. Hal ini dibangun oleh kesadaran masyarakat bahwa besarnya biaya yang harus dibayar dimuka akan menciptakan manfaat yang akan dirasakan untuk tahun-tahun berikutnya. Salah satunya, kini mereka bisa menyimpan obat-obatan seperti vaksin di dalam lemari pendingin di apotek, juga menggunakan pompa air tenaga surya untuk kebutuhan masyarakat.

Simon Parkesian, selaku manajer dari ladang matahari milik komunitas setempat, dalam sebuah wawancara dengan voa mengatakan bahwa “Sebelum kami memiliki ladang (tenaga) matahari ini, orang-orang di desa biasa melakukan perjalanan ke kota Ngong sejauh 17km hanya untuk mendapatkan layanan serta barang kebutuhan seperti keperluan fotokopi atau sekedar potong rambut.”

Berawal Dari Sumbangan Warga

Pada tahun 2019, beberapa penduduk di Olosho-Oibor merasa terkesan dengan adanya dua panel pribadi pertama yang dipasang di wilayah komunitas tersebut. Kemudian, beberapa masyarakat memutuskan         \\bahwa mereja juga menginginkan adanya panel untuk mereka sendiri meskipun banyak orang yang belum mampu membelinya.

Kemudian, sekelompok masyarakat ini mulai mengumpulkan sumbangan sebesar $10 per bulan dari uang pribadi mereka masing-masing hingga akhirnya cukup untuk membeli satu set panel surya yang lebih besar dan mampu melayani kebutuhan beberapa rumah di sekitarnya.

Untuk pemasangan teknisnya, mereka mendapatkan bantuan dengan mendekati sebuah organisasi pembangunan industri milik PBB untuk memasang sistem pembangkit listrik milik mereka.

Pada tahun 2017, koperasi energi ini telah beranggotakan 125 orang warga dengan jumlah uang terkumpul sebesar $4.900 yang bisa digunakan untuk memasang panel surya beserta dua turbin angin yang dipasang pada tiang di wilayah komunitas serta atap rumah dari anggota komunitas tersebut.

Dalam wawancara dengan voa, Parkesian mengatakan bahwa komunitas ini juga memiliki generator diesel berdaya 10 kilowatt sebagai cadangan pada masa sinar matahari dan angin sedang turun.

Lydia Mboyo, salah satu anggota komunitas yang menerima daya dari ladang matahari tersebut juga mengatakan bahwa memiliki lampu di malam hari telah membantu anak-anaknya untuk belajar, serta memungkinkannya untuk menjalankan sebuah toko ritel pada malam hari. Ia bahkan berencana untuk memperluas tokonya dan membeli kulkas untuk menyimpan makanan dan minuman yang tidak tahan lama.

“Saya juga merupakan anggota kelompok perempuan yang membuat dan menjual hiasan manik-anik di luar negeri, dengan pencahayaan, kami jadi bisa menyimpan catatan bisnis kami di dalam komputer. Kami juga bisa mendengarkan radio untuk hiburan sambil memasang manik-manik,” kata Mboyo.

Pusat Teknologi

Masih dari voa.com, Parkesian mengatakan bahwa akses listrik juga telah mendorong terciptanya pusat teknologi, informasi dan komunikasi bagi komunitas yang telah melatih lebih dari 40 orang dalam keterampilan komputer dasar yang kemudian menawarkan layanan fotokopi dan percetakan hingga kini.

Pusat teknologi ini memungkinkan orang untuk mengisi daya ponsel mereka. Sebelumnya, mereka harus menghemat daya pada ponsel mereka saat sedang tidak digunakan agar bisa melakukan panggilan saat dibutuhkan. Jaringan energi terbarukan juga memberi daya pada pusat pertolongan bagi gadis-gadis yang melarikan diri dari pernikahan dini dan multilasi genital yang merupakan masalah umum di daerah tersebut.

Parkesian juga menambahkan keterangan bahwa listrik telah menginisiasi banyak proyek di masyarakat setempat. Salah satu proyek yang paling penting adalah pusat penyelamatan anak perempuan yang menampung hampir 80 anak yang rentan menjadi korban. Pusat penyelamatan ini dibuka pada tahun 2012 dengan memanfaatkan energi terbarukan untuk menerangi asrama dan ruang kelasnya.

Jackline Mwendo, seorang perawat di sebuah apotek setempat mengatakan bahwa fasilitas daya yang dihasilkan juga memungkinkan baginya untuk menawarkan layanan vaksin, karena daya yang didapat mampu menyediakan lemari pendingin bagi apotek tersebut.

Dengan adanya pompa air tenaga surya, pasokan air di apotek juga meningkat. Ia berharap bahwa nantinya akan ada tambahan daya lagi untuk menerangi ruang bersalin pada malam hari.

Parkesian mengatakan bahwa pemeliharaan jaringan dari sistem energi terbarukan mini ini pun memiliki biaya yang signifikan. Anggota masyarakat setempat perlu menyumbang $5 per bulan sebagai biaya perawatan agar akses listrik bisa terus berlanjut.

Membutuhkan Kemampuan Teknis

Dalam pemeliharaannya, para anggota koperasi juga telah dilatih untuk memperbaiki dan mengganti bagian yang rusak dari panel surya dan turbin angin yang terpasang disana. Namun, banyak juga kebutuhan teknis lain yang diperlukan untuk melakukan perbaikan, yang belum tersedia di desa tersebut, sehingga menyebabkan mandeknya sistem pembangkit untuk beberapa waktu serta peningkatan biaya perawatan.

Sebagai sumber energi cadangan, komunitas ini menyediakan generator diesel yang dikeakan biaya sebesar $10 per hari.

Leah Kaguara, direktur Afrika dari Energy 4 Impact, sebuah organisasi non pemerintah yang mendukung akses energi bagi komunitas off grid, mengatakan bahwa model investasi gotong royong untuk kebutuhan energi terbarukan seperti komunitas masyarakat di Olosh-Oibor ini merupakan sebuah hal yang harus didorong, apalagi mengingat besarnya biaya di muka untuk teknologi tersebut.

Akses kebutuhan energi adalah kunci untuk memberantas kemiskinan ekstreme di daerah-daerah seperti Olosh-Oibor, dimana masyarakat masih mengandalkan kayu bakar atau minyak tanah untuk memenuhi kebutuhan energi, katanya.

Leah juga menambahkan, bahwa salah satu kunci agar sistem energi terbarukan masyarakat tetap berjalan, mereka harus terus membayar setidaknya dalam jumlah tertentu untuk daya yang telah diterima sehingga bisa digunakan untuk mendukung biaya perawatan yang dibutuhkan.

Diterjemahkan dari Artikel asli yang berjudul “Homegrown Solar Farm, Wind Turbines Keep Kenyan Community Buzzing”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *